HARIAN TEMPO – Acungan jempol perlu di alamatkan kepada kejaksaan negeri (Kejari) Bantaeng, Betapa tidak, kasus yang bergulir dari tahun 2013 itu kembali terangkat ke permukaan pada akhir 2024 dan awal 2025.

Terkini, Kejari Bantaeng kembali melakukan Penetapan Status Tersangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi proyek perpipaan yang dirilis langsung dalam siaran pers pada tanggal 7 Januari 2025 lalu.

Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng, Satria Abdi, S.H, M.H, Dengan didampingi Kasi Pidana Khusus DR. Andri Zulfikar, S.H, M.H, Kasi Intelijen Y. Cahyo Risdiantoro, S.H, M.H dan Kasi Datun Puji Astuty, S.H, di Kantor Kejaksaan Negeri Bantaeng membeberkan alasan penetapan tersangka SA (65) Tahun.

SA merupakan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng tahun 2013 sekaligus Pengguna Anggaran

“Bahwa Tim Penyidik telah mengumpulkan bukti berupa keterangan Saksi, Ahli, Surat dan Petunjuk yang telah membuat terang tentang tindak pidana korupsi yang terjadi”. Ungkap Kajari Bantaeng.

Diuraikan, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng melaksanakan Pembangunan Jaringan Irigasi Batu Massong dengan alokasi anggaran APBD Kabupaten Bantaeng sebesar 2.5 milyar rupiah yang bersumber dari Dokumen Pelaksana Anggaran Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng pada tahun 2013

CV. Cipta Prasetia dinyatakan sebagai pemenang lelang dan menandatangani kontrak dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng dengan nilai kontrak sebesar Rp.2.468.240.000,- dengan waktu pelaksanaan selama 60 hari, mulai tanggal 28 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 26 Desember 2013.

Pada tahun 2014 terjadi kerusakan pada pekerjaan Pembangunan Irigasi Perpipaan Batu Massong tahun 2013, yang mana pipa PVC yang terpasang meledak atau pecah

“Berdasarkan pemeriksaan ahli fisik disebabkan karena spesifikasi pipa yang terpasang berbeda dari yang dipersyaratkan oleh kontrak dimana SA selaku Pengguna Anggaran seharusnya melakukan pengawasan atau evaluasi terkait kegiatan tersebut, namun SA tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan ex officio Pengguna Anggaran”.Urai Kajari.

Ditambahkan, Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Pembangunan Jaringan Irigasi Batu Massong pada Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng Tahun Anggaran 2013, diperoleh hasil perhitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp.2.243.854.545.

Tersangka SA melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50 juta dan paling banyak Rp.1 Milliar.

Terlepas dari pengungkapan dan penetapan tersangka, muncul beragam tanggapan nitizen pada media via grup WA yang memunculkan anggapan adanya unsur politisasi dalam kasus Batu Massong yang terangkat kembali.

Hal ini tidak terlepas dari beberapa media pers yang mengangkat adanya temuan BPK terkait dugaan korupsi ditubuh pemerintahan Kabupaten Bantaeng pada sejumlah anggaran 2023- 2024 yang dikelola oleh SKPD.

Salah satu media pers mengangkat dengan judul “Astaga, Sejumlah SKPD Bantaeng ‘Rampok’ Uang Negara pada 13 Paket Pekerjaan”.

Berikut uraiannya dilansir dari media Binkari terbitan 3 Januari 2025:

Binkari – Setelah dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden Negara Republik Indonesia, maka dengan tegas beliau mengatakan bahwa para Koruptor harus dibasmi sampai ke akar-akarnya.

Adapun dugaan kuat praktek beraroma Korupsi terjadi di Kabupaten Bantaeng dengan kasus kelebihan Pembayaran atas Lima Paket Pekerjaan dan Potensi Kelebihan Pembayaran atas Delapan Paket Pekerjaan pada sejumlah SKPD di Kabupaten Bantaeng yang mulai terkuak.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun dari sumber terpercaya, ditemukan laporan realisasi anggaran Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember 2023 dan 2022 menyajikan anggaran Belanja Modal sebesar Rp187 Milyar lebih dan direalisasikan sebesar Rp136 Milyar lebih, Sedangkan realisasi tahun anggaran 2022 sebesar Rp177 Milyar lebih.

Anggaran tersebut diperuntukkan pada Komponen Belanja Modal antara lain Belanja Modal Gedung dan Bangunan yang dianggarkan sebesar Rp31.614.403.760,00 dengan realisasi sebesar Rp20.268.181.535,00 atau 64,11% dan Belanja Modal Jalan,

Irigasi dan Jaringan yang dianggarkan sebesar Rp130.983.854.729,00 dengan realisasi sebesar Rp96.474.410.156,00 atau 73,65%. Kelebihan Pembayaran atas Lima Paket Pekerjaan dan Potensi Kelebihan Pembayaran atas Delapan Paket Pekerjaan pada Tiga SKPD

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pengujian secara uji petik atas realisasi Belanja Modal untuk mengetahui kegiatan Belanja Modal telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Hasil pengujian atas dokumen kontrak, laporan kemajuan fisik pekerjaan, backup data quantity, dokumen pembayaran, monthly certificate, register SP2D, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik di lapangan menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran dan potensi kelebihan pembayaran kegiatan belanja modal dengan rincian sebagai berikut:

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat kekurangan volume atas 13 paket pekerjaan pada empat SKPD yang mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp90.592.251,66 dan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp269.393.417,33. Masing-masing penyedia telah menindaklanjuti dengan penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Bantaeng sebesar Rp322.177.226,06, dengan rincian penyetoran pada Tabel 1.33 berikut.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas kelebihan pembayaran dan potensi kelebihan pembayaran yang telah dilakukan penyetoran tersebut menunjukkan bahwa PPK dan PPTK tidak akurat dalam melakukan perhitungan kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan dokumen diketahui bahwa SKPD belum menetapkan Standar Operating Procedure (SOP) terkait Pengawasan Pekerjaan Fisik.

Praktek pengawasan kegiatan pekerjaan fisik belum didukung dengan pedoman sistem manajemen mutu pengawasan pekerjaan fisik yang terdokumentasi atau tertulis dan hanya mengandalkan kompetensi masing- masing individu.

Lebih lanjut, SKPD juga belum menetapkan SOP terkait pemeriksaan penyerahan hasil pekerjaan. Dalam pemeriksaan dan pengujian hasil pekerjaan yang ditulis dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) diketahui tidak terdapat dokumen kertas kerja yang menjadi dasar pembuatan BAST hasil pekerjaan karena belum terdapat SOP yang mengatur secara rinci langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian hasil pekerjaan pihak ketiga.

Sisa kelebihan pembayaran dan potensi kelebihan pembayaran yang belum ditindaklanjuti sebesar Rp50.449.769,06 (Rp359.985.668,99 Rp309.535.899,93).

Adapun SKPD yang dimaksud diantaranya, Dinas PUPR, Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

(Redaksi)